Rabu, 06 Oktober 2010

Sekarang ini kita banyak menjumpai kaum muslimin yang kurang mengetahui tentang hukum sembelihan. Padahal sembelihan/kurban ini termasuk Ibadah. Allah berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am [6]: 162-163)
Jika sembelihan adalah ibadah maka menujukan sembelihan untuk selain Allah adalah kesyirikan. Namun sering kali kita temui ada orang yang berkorban atau menyembelih hewan yang ditujukan untuk Nyi Roro Kidul, untuk kuburan para wali, kuburan Kyai Fulan dan masih banyak lagi bentuk kesalahan ketika menyembelih disebabkan karena jauhnya mereka dari syariat agama islam dan terjerumuslah mereka ke dalam larangan Allah yang paling besar yaitu kesyirikan. Oleh karena itulah wajib bagi kita untuk mengetahui hukum-hukum tentang sembelihan agar kita tidak terjerumus ke dalam kesyirikan.
Pengharaman dan Syiriknya Berkuban Untuk Selain Allah azza wa jalla
Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar [108]: 2). Allah juga berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al An’am [6]: 162-163)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwasanya berkurban merupakan ibadah, karena diperintahkan oleh Allah ‘azza wa jalla. Semua yang diperintahkan oleh Allah pasti dicintai, dan semua yang di cintai Allah merupakan ibadah. Sehingga jika kurban atau sembelihan ditujukan kepada selain Allah termasuk syirik akbar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah melaknat orang yang menyembelih binatang untuk selain Allah.” (HR. Muslim). Dalam hadits di atas Allah melaknat orang yang menyembelih sembelihan untuk selain Allah, hal ini menunjukkan bahwa sembelihan tersebut semestinya hanya ditujukan kepada Allah saja, maka jika ditujukan kepada selain Allah hukumnya haram dan syirik akbar.
Dua Hal Ketika Berkorban
Ada dua hal yang harus diperhatikan ketika berkorban atau menyembelih suatu hewan, yang pertama adalah tasmiyah dan yang kedua adalah niat atau tujuan sembelihan. Tasmiyah adalah menyebut sebuah nama ketika menyembelih seperti mengucapkan basmalah. Tujuan dari tasmiyah ini adalah untuk isti’anah (memohon pertolongan) dan mendekatkan diri kepada yang disebut namanya tersebut. Kemudian tasmiyah ini dapat dirinci menjadi 3 macam:
1. Menyebut Nama Allah
Dengan membaca basmalah ketika menyembelih hukumnya wajib sehingga hewan yang disembelih tersebut halal dimakan. Allah berfirman, “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am [6]: 118)
2. Menyebut Nama Selain Allah
Hukumnya haram dan termasuk syirik dalam isti’anah (minta pertolongan), seperti menyebut nama Rasul, Husain, Nyi Roro Kidul, Sunan Kalijaga, Penunggu Kuburan, Kyai, Para Sunan dan lain-lain. Maka sembelihan atau hewan kurban tersebut haram dimakan. Berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla, yang artinya “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. “ (QS. Al An’ am [6]: 121)
3. Tidak Menyebut Nama Siapapun
Hukumnya haram baik disengaja maupun lupa menurut pendapat yang kuat, berdasarkan keumuman firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (QS. Al An ‘am [6]: 121) Larangan Allah untuk tidak memakan hewan yang tidak disebut nama Allah dalam ayat di atas bersifat umum baik itu disengaja ataupun lupa dan tidak ada dalil yang mengecualikannya. Hal ini menunjukkan bahwa memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah sama sekali baik disengaja maupun lupa hukumnya haram dimakan.
Adapun niat atau tujuan sembelihan, maka sembelihan ada kemungkinan ditujukan kepada Allah saja dan ada kemungkinan ditujukan kepada selain Allah, oleh karena itu niat atau tujuan sembelihan dapat dirinci sebagai berikut:
1. Untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Sembelihan ini jika hanya ditujukan kepada Allah saja berarti telah mentauhidkan Allah dalam ibadah. Contohnya sembelihan hari kurban, aqiqah dan lain-lain.
2. Untuk mendekatkan diri kepada selain Allah ‘azza wa jalla.
Hukumnya syirik akbar, karena telah beribadah kepada selain Allah dan hewan sembelihannya haram dimakan. Keharamannya lebih besar daripada sembelihan yang disebut nama selain Allah, karena kekafiran mendekatkan diri kepada selain Allah (taqarrub) lebih besar dibanding dengan kekafiran isti’anah kepada selain Allah. Contohnya sembelihan untuk kuburan wali, sembelihan intuk Nyi Roro Kidul, sembelihan untuk mengagungkan raja dan lain-lain.
3. Tidak untuk ibadah kepada siapapun.
Hukumnya boleh, dan halal sembelihannya yaitu jika disebut nama Allah ketika menyembelih. Contohnya menyembelih hewan untuk dijual.
Sembelihan Ahli Kitab Adalah Halal
Khusus untuk sembelihan ahli kitab meski mereka tidak menyebut nama Allah sebagian ulama’ berpendapat sembelihannya tetap halal di makan, berdasarkan keumuman firman Allah ‘azza wa jalla, yang artinya “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al Maidah [5]: 5)
Tidak Boleh Melakukan Penyembelihan di Tempat yang Dipergunakan untuk Menyembelih Hewan untuk Selain Allah
Berdasarkan firman Allah ‘azza wa jalla, yang artinya: ” Janganlah kamu shalat di masjid itu selamanya.” (QS. At Taubah [9]: 108) Dalam ayat ini Allah melarang shalat orang beriman yang shalat tersebut hanya ditujukan kepada Allah jika dilakukan di tempat yang dipakai untuk shalat yang tidak untuk Allah, maka demikian juga dilarang menyembelih hewan untuk Allah di tempat yang digunakan untuk penyembelihan hewan kepada selain Allah.
Tidak Boleh Menyembelih Dengan Cara Bid’ah
Berdasarkan sabda Nabi, “Barang siapa yang membuat perkara baru (dalam agama) kami ini yang bukan bagian dari agama ini maka ia tertolak.” (HR. Muslim). Demikianlah penjelasan tentang berkurban kepada selain Allah semoga bermanfaat bagi kita semua. Alhamdulillah Rabbil Alamin.

TASMIYAH

Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya dalam rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang shahih diantaranya : Sabda sabda Rasulullah yang artinya :“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari kelahirannya, diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR. An Nasa’I dan At Tirmidzi) Namun sebahagian ulama membolehkan untuk memberikan nama sebelum hari ketujuh berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari ia berkata : “Dilahirkan untukku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi r maka beliau memberinya nama Ibrahim” (HR. Bukhari) Tasmiyah (Pemberian Nama) Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya dalam rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang shahih diantaranya : Sabda sabda Rasulullah SAW :
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari kelahirannya, diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR. An Nasa’I dan At Tirmidzi) Namun sebahagian ulama membolehkan untuk memberikan nama sebelum hari ketujuh berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari ia berkata : “Dilahirkan untukku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi SAW maka beliau memberinya nama Ibrahim” (HR. Bukhari)

Siapa yang berhak memberikan nama ?

Merupakan suatu hal yang tidak diperselisihkan di masyarakat bahwasanya ayah dari anak tersebutlah yang lebih berhak memberikan nama dari pada ibunya. Allah SAW berfirman : “Panggillah mereka dengan (menggunakan) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah” (QS. Al Ahzab :5) dan seorang anak itu dinasabkan kepada nama ayahnya bukan ibunya maka dikatakan fulan bin fulan bukan fulan bin fulanah –Wallahu A’lam-

Beberapa nama yang utama

Disunnahkan bagi keluarga anak untuk memilihkan nama-nama yang paling dicintai Allah I dan yang semisal dengannya dari nama-nama yang baik untuk anak mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
(لَمْ يُدْرِكْ أَبَا الدَّرْدَاءِ( رواه أبو داو
“Sesungguhnya kalian di hari kiamat kelak akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama ayah-ayah kalian, maka perbaikilah nama-nama kalian” (HR. Abu Daud) Dan diantara nama-nama tersebut adalah Abdullah dan Abdurrahman, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim) Berkata Al Allamah Ibnu Hazm “Ulama telah sepakat mengangap baik semua nama yang disandarkan kepada nama Allah seperti Abdullah dan Abdurrahman dan yang semisalnya” (Lihat Tuhfatul Wadud :80)

Beberapa nama yang dilarang

Telah datang keterangan tentang beberapa nama yang dilarang sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Berkata Ibnu Hazm : “Telah disepakati atas haramnya untuk menggunakan nama-nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah seperti Abdul Uzza, Abdu Habl, Abdu Amrin, Abdul Ka’bah dan semacamnya”. Rasulullah SAW bersabda : “Celakalah Abdud Dinar (hamba dinar), dan Abdud Dirham (hamba dirham), dan Abdul Khomishoh (hamba khomishoh)” (HR. Bukhari) Dan termasuk hal yang dilarang adalah memberi nama dengan nama-nama Al-Qur’an atau nama surahnya seperti Toha, Yaasiin atau Haamiim, dan diharamkan pula menggunakan nama-nama Allah yang khusus bagi-Nya, berkata Imam An Nawawi “…..demikian pula (haram) memakai nama dengan nama-nama Allah Ta’ala yang khusus seperti Ar Rahman, Al Quddus, Al Muhaimin, Khalikul Khalk dan semisalnya” (Lihat Syarhu Shahih Muslim 14:368).

Beberapa nama yang dimakruhkan

Adapun beberapa nama yang dimakruhkan diantaranya :

1. Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’ hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW : “Janganlah engkau menamakan anakmu dengan Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’” (HR. Muslim)

2. Nama-nama syaithan (seperti : Khanzab, Wahl, A’ur Ajda’ atau Hubab), Rasulullah SAW bersabda : “Saya mendengar Rasulullah r bersabda : “Ajda’ (adalah nama) Syaithan” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

3. Nama raja-raja yang dholim (seperti : Fir’aun, Waliid atau Korun), diriwayatkan bahwa “Seorang laki-laki bermaksud memberikan nama kepada anaknya “Waliid”, maka Rasulullah r melarangnya, dan beliau bersabda : “Sesungguhnya suatu saat akan ada seorang laki-laki yang bernama Waliid, ia akan melakukan suatu perbuatan pada ummatku sebagaimana perbuatan Fir’aun terhadap kaumnya” (HSR. Abdurrazzaq)

4. Nama-nama yang mempunyai makna yang di jelek (seperti : Murrah (pahit), Kalb (anjing) atau Hayyah (ular)), Rasulullah SAW bersabda : “Gifar” (pengampunan) semoga Allah mengampuninya, “Aslam” (keselamatan) semoga Allah memberinya keselamatan dan “‘Usayyah” (penghianat) semoga Allah dan rasul-Nya menghianatinya” (HR. Bukhari dan Muslim) Berkata Imam At Thabari رحمه الله : ”Tidak boleh memberi nama dengan nama yang jelek maknanya, tidak pula nama yang mengandung tazkiyah (pensucian diri) bagi yang diberi nama dan tidak boleh pula dengan nama yang bermakna celaan. Walaupun nama itu hanya tanda bagi tiap individu, bukan dimaksudkan hakikat sifat, akan tetapi sisi kemakruhan (pengharaman -pen) memberi nama dengan hal-hal di atas karena orang yang mendengar nama tersebut akan menyangka bahwa itu merupakan sifat bagi yang diberi nama. Karena itulah Nabi r mengganti nama yang jelek kepada nama yang baik”

Berkata syaikh Al Albani : “Dengan demikian kita tidak boleh memberi nama degan Izzuddin (pemulia agama), Muhyiddin (penghidup agama), Nasiruddin (penyelamat agama) dan semisalnya” (Lihat Ash Shahihah 1:3379)

Penggantian Nama

Disunnahkan untuk mengganti nama-nama yang jelek, dibenci atau untuk suatu maslahat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwasanya Nabi r mengganti nama A’shiah (pelaku maksiat), beliau bersabda : “Anda adalah Jamilah (yang Indah)” (HR. Muslim) Dan di hadits lainnya diriwayatkan bahwasanya telah datang sekelompok orang menemui Rasulullah r dan satu diantara mereka bernama “Ashram” , Rasulullah SAW bersabda :“Siapakah nama anda?” ia menjawab “Ashram”, lalu Rasulullah bersabda : “Bahkan kamu adalah Zur’ah (HSR. Abu Daud)

Memberi Kuniah pada anak

Kuniah adalah nama yang dimulai dengan “Abu” kalau yang berkuniah itu laki-laki seperti Abu Abdillah atau Abu Ibrahim, dan dimulai dengan “Ummu” kalau wanita seperti Ummu Abdillah atau Ummu Ibarahim, dan lain-lain. Dibolehkan memberi kuniah pada anak kecil berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada seorang anak kecil :“Wahai Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim) Bahkan Imam Al Bukhari membuat satu bab untuk hadits ini yang ia namakan “Bab Kuniah untuk anak kecil dan sebelum seseorang memiliki anak”

Dan siapa yang yang belum berkuniah pada waktu kecilnya maka tidak perlu ia menunggu hingga punya anak untuk berkuniah, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Shuhaib , yang artinya : “Umar t berkata kepada Shuhaib RA: “Engkau adalah lelaki yang sempurna andai tidak ada padamu tiga perangai ?” Shuhaib berkata : “Apa itu ?” Umar menjawab : “Engkau memakai kuniah padahal tidak punya anak, ………” Shuhaib berkata : “Adapun ucapanmu, engkau berkuniah padahal tidak punya anak, maka sesungguhnya Rasulullah r memberiku kuniah dengan Abu Yahya, ……..” (HHR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya berkuniah, dan kuniah itu tidak terkait dengan adanya anak-anak. Berkata syaikh Al Albani setelah menyebutkan hadits diatas : “Dalam hadits ini adalah dalil disyariatkannya berkuniah bagi orang yang belum mempunyai anak, bahkan telah shahih dalam shahih Al Bukhari dan selainnya bahwasanya Nabi r bersabda (yang artinya):

“Beliau memberi kuniah pada anak wanita kecil ketika beliau memakaikannya baju bagus kepadanya. Beliau berkata kepada anak itu : “Ini bagus wahai Ummu Khalid, ini bagus wahai Ummu Khalid”(Lihat Silsilah Ash Shahihah 1:74)

Boleh seseorang yang punya anak berkuniah dengan nama lain selain nama anak-anaknya. Abu Bakar Ash Shiddiq t berkuniah dengan Abu Bakar padahal tidak ada anaknya yang bernama Bakar dan Umar ibnul Khattab t berkuniah dengan Abu Hafsh padahal tidak ada putranya yang bernama Hafsh Kaum muslimin telah meninggalkan sunnah Arabiyah Islamiyah ini. Maka jarang sekali kita dapatkan yang memakai kuniah walaupun ia memiliki banyak anak. Lalu bagaimana lagi keadaannya orang yang tidak punya anak tentunya lebih jauh dari berkuniah. Larangan berkuniah dengan Abul Qasim Larangan berkuniah dengan Abul Qasim ini dikhususkan kepada orang yang menggunakan nama “Muhammad”, berdasarkan sabda Rasulullah SAW : Pakailah nama dengan namaku dan janganlah kalian berkuniah dengan kuniahku” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Dan di hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda :“Janganlah kalian mengumpulkan antara namaku dan kuniahku” (HR. Ahmad)

Kami memohon kepada Allah agar Dia menjadikan amalan ini sebagai bantuan bagi kaum muslimin untuk mengikuti Atsar Nabi r dan mengambil petunjuk dengan petunjuknya…. Amin

Abu Abdirrahman

Maraji’ :

1. Tuhfatu Al Maudud bi Ahkam Al Maulud, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qayyim Al Jauziyyah

2. Ahkam Al Maulud fi As Sunnah Al Muthahharah, Ali Rasyid Asy Syabli

SYARAT KAMBING AQIQAH

  • Kambing Aqiqah Sebagai pernyataan gembira atas diberinya kekuatan untuk melaksanakan syariat Islam dan dianugerahinya seorang anak yang muslim yang diharapkan kelak akan mengabdikan dirinya hanya kepada Allah Swt semata.
  • Membiasakan berkurban Kambing Aqiqah bagi orang tua/wali untuk si bayi sejak pertama kali kelahirannya di dunia.
  • Melepaskan penghalang-penghalang pada si bayi dalam memberikan syafaat kepada orang tua mereka kelak.
  • Melindungi dari gangguan setan sehingga setiap anggota tubuh aqiqah berguna untuk menebus seluruh anggota tubuh si bayi(lihat Jual Kambing Aqiqah).
  • Pada waktu memotong aqiqah juga diucapkan apa yang diucapkan pada waktu memotong kurban yaitu Bismillah.
  • Lebih diutamakan memasak Aqiqah dan tidak diberikan dalam keadaan mentah untuk mempermudah para fakir miskin dalam menikmatinya, dan ini lebih terpuji.
  • UmurAqiqah yang disembelih adalah sesuai dengan yang diperintahkan, sehat, dan tidak cacat.
  • Tidak sah bila dilaksanakan secara bersama-sama oleh beberapa orang dengan memotong seekor domba untuk beberapa anak dari mereka.
  • Sebaiknya aqiqah itu berupa domba, walau ada juga yang menyembelih seekor unta, sapi, atau kerbau.
  • Diutamakan memotong aqiqah itu atas nama si bayi. Sabda Rasulullah Saw :
  • “Sembelihlah atas namanya”, artinya diniatkan atas nama si bayi dengan mengucapkan :
  • Dengan asma Allah, ya Allah untuk-Mu dan kepada-Mu, ini adalah aqiqah si fulan.” Penyembelihannya yang baik dilakukan sesudah matahari terbit.
  • Apa yang terpuji pada pemotongan aqiqah adalah sama seperti yang terpuji pada pemotongan kurban., yakni dagingnya disedekahkan. Ynang baik adalah sepertiga dikonsumsi sendiri, sepertiga dihadiahkan, dan sepertiga disedekahkan mintalah jasa bantuan layanan aqiqah yang bisa menJual Kambing aqiqah.
  • Tidak diperkenankan menjual kulit aqiqah atau dijadikan bayaran penyembelihan. Harus disedekahkan atau diambil untuk kepentingan orang yang mengadakan aqiqah.
  • Bagi orang yang mengetahui bahwa oleh orang tuanya belum disembelihkan aqiqah maka dianjurkan untuk mengadakan. Seperti Nabi telah mengadakan aqiqah untuk dirinya setelah diangkat sebagai Rasul.
  • Sebelum dilakukan penyembelihan aqiqah terlebih dahulu dilakukan pencukuran rambut bayi. Kemudian rambutnya ditimbang dengan perak dan nilainya disedekahkan kepada fakir miskin.

Selasa, 05 Oktober 2010

Assalamualaikum Warahmatullahiwabarokatuh. 
Kami adalah wirausahawan yang bergerak dalam bidang penjualan hewan Qurban & Aqiqah, syukuran dll. 
Terima Pesanan Untuk :
Perorangan, Instansi, Yayasan, Perusahaan, Universitas dll

Partai Besar / Kecil

Harga : Kompetitif

Showroom / Kandang : 
Jl. KH. Hasan Anwar II RT 03 RW 12 Gubug Timur, Grobogan, Jawa Tengah 58164

Contac Person : 
Didik Nurhadi    : HP. 085290543542
Hendro Basuki  : HP. 085225226434
Doni Setiawan  : HP. 082133613876
Email : donisetia40@yahoo.com