Rabu, 06 Oktober 2010

TASMIYAH

Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya dalam rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang shahih diantaranya : Sabda sabda Rasulullah yang artinya :“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari kelahirannya, diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR. An Nasa’I dan At Tirmidzi) Namun sebahagian ulama membolehkan untuk memberikan nama sebelum hari ketujuh berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari ia berkata : “Dilahirkan untukku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi r maka beliau memberinya nama Ibrahim” (HR. Bukhari) Tasmiyah (Pemberian Nama) Seorang anak wajib diberi nama pada hari ke tujuh dari kelahirannya dalam rangka menjalankan perintah Nabi SAW dalam beberapa hadits yang shahih diantaranya : Sabda sabda Rasulullah SAW :
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari kelahirannya, diberi nama dan dicukur rambutnya” (HR. An Nasa’I dan At Tirmidzi) Namun sebahagian ulama membolehkan untuk memberikan nama sebelum hari ketujuh berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari ia berkata : “Dilahirkan untukku seorang anak maka aku membawanya kepada Nabi SAW maka beliau memberinya nama Ibrahim” (HR. Bukhari)

Siapa yang berhak memberikan nama ?

Merupakan suatu hal yang tidak diperselisihkan di masyarakat bahwasanya ayah dari anak tersebutlah yang lebih berhak memberikan nama dari pada ibunya. Allah SAW berfirman : “Panggillah mereka dengan (menggunakan) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah” (QS. Al Ahzab :5) dan seorang anak itu dinasabkan kepada nama ayahnya bukan ibunya maka dikatakan fulan bin fulan bukan fulan bin fulanah –Wallahu A’lam-

Beberapa nama yang utama

Disunnahkan bagi keluarga anak untuk memilihkan nama-nama yang paling dicintai Allah I dan yang semisal dengannya dari nama-nama yang baik untuk anak mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
(لَمْ يُدْرِكْ أَبَا الدَّرْدَاءِ( رواه أبو داو
“Sesungguhnya kalian di hari kiamat kelak akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama ayah-ayah kalian, maka perbaikilah nama-nama kalian” (HR. Abu Daud) Dan diantara nama-nama tersebut adalah Abdullah dan Abdurrahman, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim) Berkata Al Allamah Ibnu Hazm “Ulama telah sepakat mengangap baik semua nama yang disandarkan kepada nama Allah seperti Abdullah dan Abdurrahman dan yang semisalnya” (Lihat Tuhfatul Wadud :80)

Beberapa nama yang dilarang

Telah datang keterangan tentang beberapa nama yang dilarang sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Berkata Ibnu Hazm : “Telah disepakati atas haramnya untuk menggunakan nama-nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah seperti Abdul Uzza, Abdu Habl, Abdu Amrin, Abdul Ka’bah dan semacamnya”. Rasulullah SAW bersabda : “Celakalah Abdud Dinar (hamba dinar), dan Abdud Dirham (hamba dirham), dan Abdul Khomishoh (hamba khomishoh)” (HR. Bukhari) Dan termasuk hal yang dilarang adalah memberi nama dengan nama-nama Al-Qur’an atau nama surahnya seperti Toha, Yaasiin atau Haamiim, dan diharamkan pula menggunakan nama-nama Allah yang khusus bagi-Nya, berkata Imam An Nawawi “…..demikian pula (haram) memakai nama dengan nama-nama Allah Ta’ala yang khusus seperti Ar Rahman, Al Quddus, Al Muhaimin, Khalikul Khalk dan semisalnya” (Lihat Syarhu Shahih Muslim 14:368).

Beberapa nama yang dimakruhkan

Adapun beberapa nama yang dimakruhkan diantaranya :

1. Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’ hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW : “Janganlah engkau menamakan anakmu dengan Rabah, Yasar, Aflah atau Nafi’” (HR. Muslim)

2. Nama-nama syaithan (seperti : Khanzab, Wahl, A’ur Ajda’ atau Hubab), Rasulullah SAW bersabda : “Saya mendengar Rasulullah r bersabda : “Ajda’ (adalah nama) Syaithan” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

3. Nama raja-raja yang dholim (seperti : Fir’aun, Waliid atau Korun), diriwayatkan bahwa “Seorang laki-laki bermaksud memberikan nama kepada anaknya “Waliid”, maka Rasulullah r melarangnya, dan beliau bersabda : “Sesungguhnya suatu saat akan ada seorang laki-laki yang bernama Waliid, ia akan melakukan suatu perbuatan pada ummatku sebagaimana perbuatan Fir’aun terhadap kaumnya” (HSR. Abdurrazzaq)

4. Nama-nama yang mempunyai makna yang di jelek (seperti : Murrah (pahit), Kalb (anjing) atau Hayyah (ular)), Rasulullah SAW bersabda : “Gifar” (pengampunan) semoga Allah mengampuninya, “Aslam” (keselamatan) semoga Allah memberinya keselamatan dan “‘Usayyah” (penghianat) semoga Allah dan rasul-Nya menghianatinya” (HR. Bukhari dan Muslim) Berkata Imam At Thabari رحمه الله : ”Tidak boleh memberi nama dengan nama yang jelek maknanya, tidak pula nama yang mengandung tazkiyah (pensucian diri) bagi yang diberi nama dan tidak boleh pula dengan nama yang bermakna celaan. Walaupun nama itu hanya tanda bagi tiap individu, bukan dimaksudkan hakikat sifat, akan tetapi sisi kemakruhan (pengharaman -pen) memberi nama dengan hal-hal di atas karena orang yang mendengar nama tersebut akan menyangka bahwa itu merupakan sifat bagi yang diberi nama. Karena itulah Nabi r mengganti nama yang jelek kepada nama yang baik”

Berkata syaikh Al Albani : “Dengan demikian kita tidak boleh memberi nama degan Izzuddin (pemulia agama), Muhyiddin (penghidup agama), Nasiruddin (penyelamat agama) dan semisalnya” (Lihat Ash Shahihah 1:3379)

Penggantian Nama

Disunnahkan untuk mengganti nama-nama yang jelek, dibenci atau untuk suatu maslahat. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwasanya Nabi r mengganti nama A’shiah (pelaku maksiat), beliau bersabda : “Anda adalah Jamilah (yang Indah)” (HR. Muslim) Dan di hadits lainnya diriwayatkan bahwasanya telah datang sekelompok orang menemui Rasulullah r dan satu diantara mereka bernama “Ashram” , Rasulullah SAW bersabda :“Siapakah nama anda?” ia menjawab “Ashram”, lalu Rasulullah bersabda : “Bahkan kamu adalah Zur’ah (HSR. Abu Daud)

Memberi Kuniah pada anak

Kuniah adalah nama yang dimulai dengan “Abu” kalau yang berkuniah itu laki-laki seperti Abu Abdillah atau Abu Ibrahim, dan dimulai dengan “Ummu” kalau wanita seperti Ummu Abdillah atau Ummu Ibarahim, dan lain-lain. Dibolehkan memberi kuniah pada anak kecil berdasarkan sabda Rasulullah SAW kepada seorang anak kecil :“Wahai Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim) Bahkan Imam Al Bukhari membuat satu bab untuk hadits ini yang ia namakan “Bab Kuniah untuk anak kecil dan sebelum seseorang memiliki anak”

Dan siapa yang yang belum berkuniah pada waktu kecilnya maka tidak perlu ia menunggu hingga punya anak untuk berkuniah, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Shuhaib , yang artinya : “Umar t berkata kepada Shuhaib RA: “Engkau adalah lelaki yang sempurna andai tidak ada padamu tiga perangai ?” Shuhaib berkata : “Apa itu ?” Umar menjawab : “Engkau memakai kuniah padahal tidak punya anak, ………” Shuhaib berkata : “Adapun ucapanmu, engkau berkuniah padahal tidak punya anak, maka sesungguhnya Rasulullah r memberiku kuniah dengan Abu Yahya, ……..” (HHR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Dalam hadits ini ada dalil disyariatkannya berkuniah, dan kuniah itu tidak terkait dengan adanya anak-anak. Berkata syaikh Al Albani setelah menyebutkan hadits diatas : “Dalam hadits ini adalah dalil disyariatkannya berkuniah bagi orang yang belum mempunyai anak, bahkan telah shahih dalam shahih Al Bukhari dan selainnya bahwasanya Nabi r bersabda (yang artinya):

“Beliau memberi kuniah pada anak wanita kecil ketika beliau memakaikannya baju bagus kepadanya. Beliau berkata kepada anak itu : “Ini bagus wahai Ummu Khalid, ini bagus wahai Ummu Khalid”(Lihat Silsilah Ash Shahihah 1:74)

Boleh seseorang yang punya anak berkuniah dengan nama lain selain nama anak-anaknya. Abu Bakar Ash Shiddiq t berkuniah dengan Abu Bakar padahal tidak ada anaknya yang bernama Bakar dan Umar ibnul Khattab t berkuniah dengan Abu Hafsh padahal tidak ada putranya yang bernama Hafsh Kaum muslimin telah meninggalkan sunnah Arabiyah Islamiyah ini. Maka jarang sekali kita dapatkan yang memakai kuniah walaupun ia memiliki banyak anak. Lalu bagaimana lagi keadaannya orang yang tidak punya anak tentunya lebih jauh dari berkuniah. Larangan berkuniah dengan Abul Qasim Larangan berkuniah dengan Abul Qasim ini dikhususkan kepada orang yang menggunakan nama “Muhammad”, berdasarkan sabda Rasulullah SAW : Pakailah nama dengan namaku dan janganlah kalian berkuniah dengan kuniahku” (HR. Al Bukhari dan Muslim) Dan di hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda :“Janganlah kalian mengumpulkan antara namaku dan kuniahku” (HR. Ahmad)

Kami memohon kepada Allah agar Dia menjadikan amalan ini sebagai bantuan bagi kaum muslimin untuk mengikuti Atsar Nabi r dan mengambil petunjuk dengan petunjuknya…. Amin

Abu Abdirrahman

Maraji’ :

1. Tuhfatu Al Maudud bi Ahkam Al Maulud, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qayyim Al Jauziyyah

2. Ahkam Al Maulud fi As Sunnah Al Muthahharah, Ali Rasyid Asy Syabli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar